MASJID AL ARIF JAGAL SENEN
Lahir Di Tengah
Kampung Para Penjagal
JELANG ibadah sholat Jumat, Aliudin (49) yang
mengenakan kopiah putih duduk santai di kursi kayu yang letaknya persis di
depan ruang kamar whudu jamaah, Jumat (29/11/2013) siang.
Pria yang diberitanggungjawab sebagai pengurus Masjid
Al Arif Jagal Senen ini sedang beristirahat menghela nafas usai membereskan
berbagai perlengkapan masjid untuk ibadah sholat Jumat.
Di kesempatan ini, saya pun menyempatkan berbincang
dengan pria kelahiran tanah Banten ini. Sambil bersantai ria, kami pun
berbincang mengenai sejarah keberadaan masjid yang telah puluhan tahun punya
eksistensi di mata kaum muslim Jakarta.
Logat Aliudin yang kental dengan bahasa Betawi
memudahkan saya untuk mengerti apa yang telah diperbincangkan. Terutama peran
masjid untuk di kawasan Pasar Senen Jakarta Pusat.
Nama yang dimiliki masjid ini terbilang janggal.
Diberi nama Masjid Al Arif Jagal Senen. Ada sebutan jagal inilah yang membuat
rasa penasaran saya.
Pasalnya, kata jagal selalu diidentikan dengan tindakan
yang condong pada kekerasan, orang yang memotong sesuatu dengan memakai senjata
tajam.
Tapi ternyata dugaan saya itu salah. Berdasarkan
penjelasan Aliudin, diambilnya nama Jagal karena masjid berdiri di sebuah
kampung yang dahulunya diisi oleh orang-orang yang bekerja sebagai jagal hewan
ternak di Pasar Senen.
Kata Aliudin, ditempat ini terkenal dengan orang-orang
yang pandai dalam melakukan jagal hewan sapi, kerbau, dan kambing. Sampai
akhirnya, istilah terkenal ini pun dibawa ke nama masjid, sebab memang yang
mendirikan bangunan masjid dari kesadaran warga setempat kampung Jagal.
Bangunan masjid belum diketahui kapan persis
berdirinya, namun Aliudin yang sejak tahun 1969 telah tinggal di kampung Jagal
Senen sudah melihat Masjid Al Arif Jagal Senen berdiri tegak. “Saya dulu
tinggal di Banten. Lalu merantau ke Jakarta tahun 60-an masjid sudah ada,”
ungkapnya.
Kini, meski tak lagi tenar dengan kampung jagal,
masjid Al Arif Jagal Senen menjadi saksi sejarah bahwa daerahnya dahulu merupakan
tempat kumpulan orang-orang penjagal hewan potong.
Masjid sekarang masih berdiri di pusat keramaian Pasar
Senen. Persis depan masjid merupakan kawasan stasiun kereta api Senen. Itulah
kenapa kini masjid berada di alamat Jalan Stasiun Senen Jakarta Pusat.
Cat tembok masjid yang berwarna putih, dengan model atap mirip piramida
bertingkat-tingkat berdiri di atas lahan seluas 1.895 meter persegi. Tanah
masjid merupakan tanah wakaf dari almarhum Daeng Arifuddin.
Setiap harinya, pintu gerbang masjid ini hanya buka
pada jam-jam ketika waktu sholat tiba. Jika di luar jam sholat, maka pintu
gerbang ini ditutup. Alasan Aliudin untuk menjaga keamanan dan martabat masjid.
“Kalau bebas begitu saja, masjid hanya untuk buat
tempat tidur saja. Berdasarkan pengalaman, kebanyakan orang-orang datang ke
masjid bukan ibadah tapi tiduran,” tuturnya.
Suasana interior Masjid Al Arif Jagal Senen, Jumat (29/11/2013). Tampak para jamaah khusuk beribadah sholat sunnah sebelum sholat Jumat dimulai. (photo by budi susilo) |
Namun imbuh Aliudin, bagi mereka yang memang berniat
mau zikir dan sholat sunnah di Masjid Al Arif Jagal Senen dapat melewati pintu
belakang. Setiap harinya, pintu belakang masjid yang kecil terbuka bagi siapa
saja. “Kalau yang niat mau ibadah pasti sudah tahu mereka lewat belakang
masjid,” ungkap Aliudin.
Selain itu, tambah Aliudin, demi meningkatkan
kenyamanan beribadah maka masjid pun dilakukan perombakan untuk bagian atapnya
agar sirkulasi udara bertiup lancar, interior masjid pun akan terasa nyaman dan
segar. “Kita sudah renovasi. Atap luar dan dalam masjid kami tinggikan supaya
adem,” urainya.
Sebelumnya, sekitar tahun 1970-an, masjid pun juga
mengalami perubahan fisik. Perbaikan dan pembaharuan dilakukan demi kenyamanan
dan keamanan masjid. “Masjid sempat diperluas. Bahan bangunan yang sudah tua
diganti semua,” tutur Aliudin.
Setelah mendengar penjelasan singkat dari babeh[1]
Aliudin, saya pun merasa puas meski belum sepenuhnya sempurna saya gali secara
mendalam sisi lain keberadaan Masjid Al Arif Jagal Senen Jakarta Pusat.
Akan tetapi, pengetahuan sejarah bangunan-bangunan
masjid di Kota Jakarta pun akhirnya bertambah. Alhamdulillah, saya panjatkan. Semoga juga bermanfaat bagi kita semua.
Amin ya robal alamin. ( )
[1] Kata Babeh, bagi warga
betawi Jakarta adalah panggilan akrab kepada pria yang telah berumur tua.
Biasanya ini panggilan untuk ayah kita sendiri, atau orang yang kita sangat
hormati karena pengalaman dan usianya yang sangat senior.
Komentar
Posting Komentar