AIR DAN KEHIDUPAN UNTUK INDONESIA YANG LEBIH SEHAT

Air Adalah Kita


SEBELUM eksis di muka bumi, makhluk bernama manusia datang dalam wujud cair. Tuhan yang menciptakan manusia, menghadirkan manusia masih berbentuk air (mani), bukan berbentuk daging atau tulang, apalagi tanah dan api.

Selanjutnya, air itu melewati proses sembilan bulan, barulah kemudian atas ridho Tuhan, makhluk manusia keluar dari rahim ibu berpola tulang belulang yang diselimuti gumpalan daging. 

Saat manusia lahir ke dunia, yang dimulai dari masa bayi, bahkan hingga masa tua, tubuh manusia pun sebagian besar masih didominasi oleh unsur air. 

Hal ini sudah pernah ada penelitian, bahwa sekitar 80 persen tubuh manusia terdiri dari air. Bahkan ada yang mengatakan tubuh terdiri dari 55 persen sampai 78 persen cairan, tergantung dari bobot dan ukuran badan.[1]

Itulah kenapa kemudian, manusia tidak bisa dijauhkan dari unsur air. Manusia sangat bergantung pada air. Sehari-hari manusia harus mengkonsumsi air bersih. 

Tanpa air, denyut nadi manusia akan mati. Bahkan ada pepatah ekstrim, lebih baik lapar nasi, daripada harus haus (dehidrasi) karena tak memperoleh air sehat.    

Menikmati kekayaan air sungai dari sebuah desa yang ada di Kabupaten BolaangMongondow Selatan Provinsi Sulawesi Utara pada Sabtu 16 Maret 2013. Airnya yang jernih serta sekitar alamnya yang sejuk dan asri mampu memberikan rasa kebahagiaan yang luar biasa bagi pengunjungnya. (photo by andy gobel)  

Coba perhatikan, setiap ada sumber mata air, maka akan ada perkampungan penduduk. Sebaliknya, bila daerahnya kering gersang tanpa air, maka daerahnya pun akan sepi dari penduduk, bahkan sama sekali tak ada makhluk hidup.

Beragam contoh lainnya, air dan kehidupan menyatu dalam satu kesatuan yang ada di daerah Desa Mengkang, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaangmongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Masyarakat setempat begitu menghargai air, dengan berupaya menjaga kelestarian air dari hal-hal negatif, yang berujung pada kerusakan alam dan tatanan sosial masyarakatnya. 

Caranya tidak menggunduli tanah, pohon-pohon tetap dibiarkan hidup tumbuh rindang, tidak merusak alam hutan, dan aliran sungainya tidak dicemari oleh limbah-limbah sampah rumah tangga. 

Hasilnya, kini Desa Mengkang mendapat berkah manfaat yang besar. Lewat pemanfaatan potensi sumber daya airnya yang baik, membuat desa ini jadi mandiri dalam memenuhi kebutuhan energi listriknya. 

Masyarakatnya dapat hidup tenang, tanpa harus dipusingkan dengan persoalan biaya tarif listrik yang melangit dan penyakit pemadaman aliran listrik, seperti apa yang rutin dirasakan di masyarakat perkotaan. 

Hal lainnya juga ada di masyarakat Rawa Pening, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Sumber airnya yang melimpah ruah, membuat warganya hidup damai sejahterah. 

Di tempat ini, banyak ditemukan sumber mata air tanah yang bersih, jernih, dan layak untuk dikonsumsi. Air diibaratkan harta karun warga, karena dengan tersedianya air, maka kehidupan warga jadi lebih mudah.  

Melalui air, warga Rawa Pening bisa menjalankan roda ekonomi dengan bertani menggarap sawah padi. Warga bisa mencari sumber makanan dari ikan dengan membuat tambak, atau juga berbisnis di bidang wisata air.

Itulah beberapa cerita di belahan Indonesia, sebuah negara yang sebagaian besar wilayahnya berupa air ini diberkahi Tuhan dengan alam air yang punya potensi untuk dimanfaatkan untuk kebaikan. Air punya manfaat yang multiguna, karena biasanya dikaitkan dengan irigasi, pengendalian banjir, perikanan, rekreasi dan navigasi.[2]  

Yang terpenting, saat memanfaatkan atau pengambilan air dari sumber air, tidak boleh mengganggu keseimbangan air lingkungan. Faktor keseimbangan air lingkungan tidak hanya berkaitan dengan jumlah volume air yang digunakan saja, tapi yang lebih penting adalah bagaimana menjaga agar air lingkungan tidak menyimpang dari keadaan normalnya.[3]

Tapi bisa saja, harta karun air yang dimiliki Indonesia akan membawa bencana jika manusianya tidak peduli pada kelestarian lingkungan. Contoh di antaranya, air akan ‘marah’ menjadi air banjir yang siap menerjang pemukiman penduduk dan bencana longsor.

Air akan berwatak ‘kejam’ jika air sudah tercemar oleh bahan-bahan kimia berbahaya seperti dari kegiatan industri, atau juga sudah tercampur limbah sampah rumah tangga.

Apabila air telah tercemar limbah atau sampah, maka air akan membawa kehidupan manusia pada sebuah bencana kematian, atau penderitaan yang panjang, dan lingkungan hidup sudah sangat tidak sehat. 

Menikmati hamparan karpet sawah yang hijau dan menyatu dengan pesona padi yang kuning sejahterah di pinggiran sungai yang tenang di bumi Kabupaten Bone Bolango provinsi Gorontalo pada Minggu 28 April 2013. (photo by mujiono pohi)

Solusinya, jadikan bumi Indonesia untuk selalu hijau rindang. Jangan terlalu berlebihan mengubah hutan pohon menjadi hutan beton. Cintai makhluk tumbuh-tumbuhan, jaga dan lestarikan bumi, hentikan penggundulan hutan secara liar.

Karena dengan menghancurkan hutan, membuka lahan untuk memenuhi keserakahan, maka tanpa sadar, telah membuat daerah resapan air berkurang, air hujan langsung turun ke laut, akibatnya pasokan air tanah berkurang dan terjadi kekeringan.[4]  

Memulai gerakan kecil menghijaukan alam di lingkungan rumah adalah bentuk kepedulian pada bumi, menjaga bumi agar tetap lestari, menyadari akan pentingya tumbuh-tumbuhan ada disekeliling kehidupan, yang berharap nantinya, negara ini tidak mengalami kekurangan pasokan air bersih dan sehat. 

Bentuk konkrit gerakan penghargaan pada pohon sudah tampak di Kota Surabaya. Daerah ini telah menerbitkan peraturan daerah mengenai perlindungan pohon. Aturan ini tegas mengatur bagi siapa saja yang merusak dan mengancam kehidupan pohon kota maka akan dikenakan sanksi pidana dan denda puluhan juta.[5]
 
Kualitas air sangat bergantung dari kondisi keasrian sebuah lingkungan. Semakin asri alamnya, maka akan ada segudang sumber air yang berkualitas dan sehat. Tetapi bila buminya rusak, hutannya digundul, maka akan menjadi siksa hidup bak di neraka.

Buat yang sudah terlanjur hutan gundul, maka segerakan, untuk berupaya menjaga kondisi tanah agar tetap dalam kondisi baik, seperti tidak dengan melakukan perluasan padang rumput dan penggunaan tanah yang berlebihan di beberapa wilayah, supaya bencana kekeringan dapat diminimalisir.[6]
 
Selain itu, melakukan reboisasi atau penanaman pohon di lahan yang gundul. Tingkatkan pertumbuhan vegetasi di wilayah tempat penebangan hutan dan menempatkan bahan organik seperti daun, jerami, serbuk gergaji di lapisan tanah agar tanah memiliki nutrisi, tanah terjaga pada tempatnya, dan dapat mengurangi hilangnya air karena penguapan.[7]  

Ibarat organ jantung pada tubuh manusia, air juga bagian dari sel-sel organ planet bumi yang sangat sentral. Nah, ketika keberadaan unsur air rusak, otomatis bumi pun akan ‘sakit’. Manusia yang mendiami bumi pun, hidup dengan penuh rasa gelisah, tidak nyaman dan aman.

Karena itu, dimulai dari sekarang, mari kita sadari bahwa air itu juga perlu kita analogikan sebagai makhluk hidup yang keberadaanya mesti kita hargai, dan selalu kita sayangi. Air adalah kita, dan air cerminan sebuah kemakmuran sebuah bangsa dan negara kita, Indonesia raya. ( )      





[1] As’adi Muhammad, Kedahsyatan Air Putih Untuk Ragam Terapi Kesehatan, Diva Press, Yogyakarta 2011, hal 15.
[2] Abdul Kadir, Energi: Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi Ekonomi, UI Press, Jakarta 1990, hal 151.
[3] Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Press, Yogyakarta 2004, hal 73.
[4] Irma Rahmawati, Air Tak Bisa Hidup Tanpanya, Mitra Sarana, Cileunyi 2009, hal 43.
[5] Kompas, Kota Surabaya Lindungi Pohon, Sabtu pada 23 Agustus 2014, hal 22.
[6] Clive Gifford, Banjir dan Kekeringan, Tiga Serangkai, Solo 2009, hal 32.
[7] Ibid Hal 32

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN