I LA GALIGO | SULAWESI SELATAN

Melebihi Karya Sastra Mahabharata

Sariwegading berlayar, mengarungi samudera luas, menerabas ombak yang ganas, membelah tiupan angin yang kencang. 

Gagah beraninya, Sariwegading berlayar ke kerajaan Tiongkok demi mencari cinta, pujaan hatinya di negeri ilmu kungfu, yakni seorang putri Tiongkok, bernama We Cudai. 

Tidak mudah memang, Sariwegading harus berjibaku dengan rintangan yang tak ringan, seperti menghadapi hadangan para perompak laut. 

Dan kemudian singkat cerita, Sariwegading pun memiliki anak bernama I La Galigo.[1] Seperti ayahnya, I La Galigo merupakan seorang pelaut handal, gemar berlayar menjelajah.

Dia dinobatkan sebagai pahlawan mahir dan perwira tiada bandingannya karena ketika melaut ia mampu menaklukan musuh-musuhnya. 

Drama I La Galigo di Galeri Indonesia Kaya pada Sabtu 13 September 2014 (photo by budi susilo)

Inilah sepenggalan drama yang dipertontonkan ke para pengunjung di Galeri Indonesia Kaya, pada Sabtu 13 September 2014 sore. Pertunjukan ini membuat para penontonnya terhanyut dalam sastra I La Galigo.

Para penonton terbawa oleh pertunjukan kisah perjalanan I La Galigo yang dikemas dalam berbentuk dramatic reading yang disajikan oleh penyair Khrisna Pabichara dan Ilham Azhar serta bersama grup musik Juku Eja. 

I La Galigo itu buah karya manusia berwujud karya sastra Bugis Kuno, Sulawesi Selatan. Isi puisi menyampaikan pesan genesis orang Bugis dan filosofi kehidupan manusia. 

Pagelaran I La Galigo terbagi dua kisah. Bagian pertama menceritakan penciptaan langit dan bumi, asal usul kehadiran manusia dan nenek moyang. Sementara di bagian kedua, bercerita mengenai kehidupan tokoh utama Sariwegading dan I La Galigo. 

Pertunjukan ini, persembahan Yayasan Lontar Nusantara, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia, Galeri Indonesia Kaya Jakarta. “Pementasannya kami suguhkan ke dalam dua bentuk bahasa. Indonesia dan Bugis,” kata Kestity Pringgoharjono.

Dia berharap, pertunjukannya dapat menambah variasi dan wawasan bagi para penonton,” ujar Kestity, yang kini menjabat sebagai Eksekutive Director Yayasan Lontar Nusantara.

Menurut Pustakawan Perpusnas, Sanwani Sanusi, naskah I La Galigo memiliki panjang sekitar 300 ribu baris. Angka ini bila dibandingkan dengan hasil karya sastra klasik Mahabharata dan Odyssey terbilang sangat panjang. Diperkirakan dua kali lebih panjang.  

Kemudian, untuk penyebarannya sudah melanglang buana ke negara Inggris, Belanda, dan Amerika Serikat. Serta sebagian koleksinya juga tersimpan di Perpusnas RI. 

Naskah kuno I La Galigo dianggap masuk kategori karya agung dunia. Sebagai pembuktian, lembaga UNESCO telah memasukan naskah I La Galigo sebagai Memory of The World.

Sebelum acara pertunjukan drama I La Galigo dimulai, grup musik Juku Eja berunjuk gigi, menabuhkan gendang dan alat musik tiup khas Bugis Sulawesi yang memiliki bunyi mirip musik tiup asal Tiongkok. 

Penampilan grup musik yang digawangi oleh Jamal Gentayangan ini sangat mengental musik daerah. Terlihat dari gaya berpakaian para pemainnya, berkonsep busana adat khas Sulawesi Selatan. 

Seusai memainkan musik, tiba-tiba sekitar pukul 15.33 Wib datanglah tamu kerhormatan. Tamu yang dimaksud ini adalah mantan Presiden Republik Indonesia yang ketiga, bernama BJ Habibie. 

Berbalutkan kemeja batik coklat dan bercelana panjang hitam, pria bernama lengkap Bachruddin Jusuf Habibie ini langsung mengambil tempat duduk di bagian terdepan, untuk turut menyaksikan drama I La Galigo.

“Lewat seni ini, seakan memberi rasa bangkit pada bangsa kita. Serasa kita menemukan kembali jati diri bangsa kita. Bangga, karya kita ini sebagai memory of the world,” ujarnya kala penampilan drama I La Galigo usai.

Di kesempatan lain, tokoh pendidikan Indonesia, Arif Rachman pun menuturkan, naskah I La Galigo bukan saja literatur milik orang Sulawesi tetapi juga jadi milik bangsa Indonesia. 

Bahkan sekarang ini, I La Galigo juga seakan telah menjadi warisan bagi masyarakat dunia. “Tetap mari kita lestarikan, agar anak cucu kita mengenal karya bangsanya,” katanya. ( )


Drama I La Galigo di Galeri Indonesia Kaya pada Sabtu 13 September 2014 (photo by budi susilo)

Drama I La Galigo di Galeri Indonesia Kaya pada Sabtu 13 September 2014 (photo by budi susilo)

Drama I La Galigo di Galeri Indonesia Kaya pada Sabtu 13 September 2014 (photo by budi susilo)
 
Drama I La Galigo di Galeri Indonesia Kaya pada Sabtu 13 September 2014 (photo by budi susilo)






[1] Karya sastra kuno I La Galigo adalah sebuah epik mitos penciptaan peradaban Bugis Sulawesi Selatan yang ditulis antara abad ke 13 dan ke 15 dengan gaya huruf Lontara kuno Bugis.

Komentar

  1. Keren banget. Setiap karya sastra memiliki karakternya masing-masing dan sastra Indonesia gak kalah sama luar negeri. :)

    BalasHapus
  2. Yeah, kita Indonesia tentu bangga dan berbahagia ya :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN