TAXI GELAP BORNEO | KALIMANTAN TIMUR | INDONESIA

Bayar Mahal Duduk Bangku Belakang

MELANGLANG buana ke negeri Borneo. Aduhai, ternyata luas sekali Kalimantan ini.  Setiba di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan, Balikpapan, saya pun disuguhi tawaran jasa tumpangan mobil atau istilah kasarnya adalah jasa taxi gelap. 

Namun berhubung saya memperlukan jasa transportasi untuk berpergian ke daerah Teluk Lingga, Sangata, Kutai Timur, maka tawaran taxi gelap itu saya terima. Saya harus mengocek uang Rp 200 ribu. 

Harga ini merupakan yang paling mahal dari penumpang yang lainnya. Soalnya, perjalanan saya yang paling terjauh. Karena ini juga, saya pun ditaruh duduk di paling belakang. 

Pengalaman yang saya rasakan waktu naik model tranportasi taxi gelap di kawasan Sulawesi dengan Kalimantan Timur sangat berbeda. Kalau di daerah Sulawesi, tarif angkutan taxi ditentukan dari posisi duduk.

Suasana Jalan Poros Samarinda Bontang Kilometer 45, kawasan Bukit Soeharto, Kalimantan Timur pada Kamis 4 Desember 2014 siang. Jalanan terlihat lengang lancar, jumlah kendaraan bermotor yang melintas terbilang sedikit bisa dihitung dengan jari. (photo by agus prasetyo)

Buat mereka yang duduk dekat supir paling mahal, sedangkan yang duduk dibangku bagian belakang paling murah meriah. Ini yang saya rasakan waktu di tahun 2013, merasakan perjalanan menggunakan taxi gelap dari Kota Manado provinsi Sulawesi Utara menuju Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo yang memakan waktu kurang lebih sembilan jam.

Kembali ke cerita taxi gelap Kalimantan Timur, waktu itu penumpangnya tidak hanya saya sendiri. Ada yang lainnya juga. Satu mobil terisi penuh, tak ada satu pun bangku yang kosong, sang supir seolah sedang mendapat rezeki berkah. 

Saya sendiri mendapat bagian duduk di bagian paling belakang. Posisi ini menurut saya sangat tidak nyaman, sungguh melelahkan, tak mengenakan, liak-liuk mobilnya benar-benar sangat terasa. 

Pasalnya ketika mobil berjalan cepat di tikungan tajam atau melaju di turunan dan tanjakan jalan, perut seperti di kocok-kocok, pusing puyeng bak naik kereta halilintar di wahana permainan.

Layanan transportasi Taxi gelap di Bandar Udara International Sultan Aji Muhammad Sulaiman di Kota Balikpapan Kalimantan Timur pada Kamis 4 Desember 2014. Tampak seorang penumpang berjaket coklat yang dibantu supir taxi berkaus biru sedang menaruh barang-barang bawaan di bagian belakang mobil. (photo by budi susilo)

Duduk di bangku belakang, harus berhimpitan dengan penumpang yang lainnya, kaki tak bisa bergerak, apalagi selonjoran. Tapi tak apa, yang penting bisa selamat dalam perjalanan.

Semua itu ada untungnya, juga ada ruginya. Untungnya naik jasa taxi gelap, ketika saya keluar dari pintu bandara, saya bisa langsung cepat peroleh jasa angkutan ini. Dijamin tiba sampai tujuan, bisa diantar sampai di depan pintu rumah, janji penyedia jasa taxi gelap.

Ruginya, kita tidak peroleh jaminan asuransi keselamatan. Namanya juga taxi gelap, sifatnya tidak resmi. Semoga saja, mereka yang terjun di bisnis ini memperhatikan ‘kesehatan’ mobilnya, agar aman dan kenyamanan terjaga.

Laju taxi gelap di lintasan Kalimantan ini terbilang gila, membawa mobilnya tak jauh beda dengan pembalap sirkuit force one. Mungkin, supirnya yang sudah menguasai medan Kalimantan Timur, tak masalah mengendarainya dengan lincah super cepat.   

Keluar dari bandara, terjebak kemacetan Kota Balikpapan. Ternyata kemacetan lalu-lintas tak hanya dimiliki Kota Jakarta saja. Kendaraan bermotor baik itu roda dua dan empat menumpuk di titik-titik jalan raya.

Taxi gelap yang saya tumpangi dari bandara tidak langsung terisi penuh. Supir taxi masih harus berkeliling ke Kota Balikpapan, menjemput orang-orang yang sudah memesan untuk berpergian ke arah kawasan Bontang dan Sangata.

Berhubung ini momen yang pertama kali pergi ke pulau Kalimantan, maka saya memang merasakan perjalanan yang penuh rasa bahagia. Dalam perjalanan dapat melihat suasana Kalimantan Timur.

Di Kota Balikpapan, layaknya kota-kota besar lainnya, saya melihat banyak berdiri bangunan-bangunan perkantoran pemerintahan daerah maupun swasta, juga masjid-masjid agung megah, serta hiruk-pikuk aktivitas warga masyarakat.

Sekitar masuk jam sebelas siang lewat, mobil taxi gelap  yang saya tumpangi masuk ke wilayah Kota Samarinda. Tidak jauh berbeda dengan situasi di Kota Balikpapan, daerah Samarinda juga padat, Samarinda menjadi sebuah kota besar dan ramai.

Saya sempat melihat geliat di Sungai Mahakam, Samarinda, yang luas dan panjang. Airnya yang coklat menjadi semacam media jalur tranportasi air. Ini tampak terlihat kapal-kapal pengangkut batu bara berukuran besar melintas bebas.  

Senangnya saya, akhirnya bisa melihat langsung Sungai Mahakam. Mengingat sungai ini merupakan sungai terbesar di provinsi kalimantan Timur yang bermuara ke Selat Makassar. Dan memiliki panjang sekitar 920 kilometer yang melewati Kutai Barat bagian hulu, Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda bagian hilir.[1]    

Tidak seperti di Kota Balikpapan dan Kota Samarinda, jalanan saat saya masuk di kawasan Bontang dan Kutai Timur bertabur panorama hutan pepohonan, bukit-bukit menghijau, perkebunan, dan sesekali juga melihat binatang monyet menyebrang jalan.  

Juga bisa melihat rumah-rumah ciri khas Kalimantan yang terbuat dari kayu dengan model rumah panggung, yang dibagian bawah rumahnya juga ada yang memberi kubangan air.

Geliat arus lalu lintas di Jalan Poros Samarinda Bontang Kilometer 45, Kalimantan Timur pada Kamis 4 Desember 2014. Sepanjang jalanan ini beraspal halus sehingga membuat arus kendaraan bermotor lancar dan aman terkendali. (photo by budi susilo)

Nah, katanya, kubangan air di bawah rumah itu semacam ada sebuah kepercayaan yang akan mendatangkan rezeki, kesehatan dan kenyamanan, sebab air itu adalah simbol kehidupan. 

Singkat cerita, berhubung saya memakai jasa taxi gelap yang harus banyak berhenti dan mampir ke daerah-daerah lain, maka saya tiba di tujuan Sangata, Kutai Timur, harus memakan waktu sekitar 13 jam dari Kota Balikpapan. 

Mungkin saja kalau saya membawa kendaraan sendiri pastinya akan lain cerita. Andai saja membawa kendaraan tanpa harus mampir ke pelosok-pelosok desa dan berhenti di beberapa tempat dengan lama, paling akan memakan waktu paling cepat tujuh jam saja. ( )






[1] Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2002. Master Plan Sungai Mahakam. Dinas Pekerjaan Umum dan Pemukiman Prasarana Wilayah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN