BULUNGAN BANJIR


Bulungan Banjir

AWAN mendung mengepung Tanjung Selor, ibu kota dari Kabupaten Bulungan. Ini aku rasakan sampai jelang pertengahan bulan, di bulan kedua tahun 2015, yang kalau adat orang Tionghoa bilang, tahunnya Kambing Kayu. 

Ini Februari, semestinya tempat ini berkawin dengan musim panas, bukan bermesraan dengan air hujan yang turun deras berhari-hari tanpa henti. Untung saja masih berbaik hati, hanya air yang turun, tidak bersama angin yang bertiup kencang.

Kemarin itu, belum lama (dari tanggal 10 hingga 13 Februari 2015), banjir melanda. Genangan airnya tinggi, berwarna coklat seperti kopi susu. Orang-orang, sebagian besar, tidak mengira kalau air banjirnya akan menggerayangi seluruh daratan Tanjung Selor.

Bencana yang ngeri, baru pertama kalinya, besar seperti ini, meluas ke seluruh kabupaten. Di Kecamatan Tanjung Palas Barat, aku melihatnya sungguh memelas. Bahkan di Kecamatan Peso, tubuh rumah warga pun tak lagi tampak, air banjir menyelimutinya sampai batas atap pelafon rumah.

Kontan, kondisi ini harus membuat para pimpinan daerah seperti Penjabat Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie, Bupati Bulungan Budiman Arifin dan Wakilnya, Liet Ingai sibuk mengurus pengungsi banjir.

Jongfajar Kelana
Jalan Katamso Kecamatan Tanjung Selor Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara yang digenangi banjir luapan Sungai Kayan pada Jumat 13 Februari 2015. Jalan raya ini, persis di samping kirinya dari photo ini adalah Sungai Kayan. 

Petani yang sedang menanti masa panen, terpaksa harus gigit jari. Sawahnya kebanjiran. Padi-padinya tenggelam, dilihat dari kejauhan, lahannya sudah berubah layaknya danau rawa.

“Lihat disana. Itu lahan yang tidak ada pepohonannya, merupakan lahan sawah. Semuanya sudah terendam air luapan Sungai Kayan, sudah tidak tampak lagi padinya,” kata Markus Juk kepada saya, di daerah Peso Hilir saat pergi bersama menuju Kecamatan Peso melalui jalur sungai belum lama ini.

Kasihan para petani Bulungan, sudah bersusah payah, tapi apa daya, yang diperoleh seakan sia-sia. Kerja dari pagi sampai sore, tak peroleh untung tetapi malah buntung. 

Bagaimana dengan istri dan anak mereka ya ? Tebakannya, mereka hidup prihatin, menahan duka nestapa. Pantas saja, sekarang ini, banyak generasi muda usai tuntaskan pendidikan formal tak mau melirik ladang kerja sebagai petani.

Badai pasti berlalu. Peribahasa ini sangat cocok ditempatkan pada masing-masing sanubari kita semua. Yang kena bencana jangan kecewa dan risau. Yang terimpa musibah, suatu saat mungkin peroleh hidayah dan berkah. Berdoa, Bulungan subur, Kalimantan Utara akan berjaya. Menggema di seluruh penjuru nusantara dan dunia. ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN