TANJUNG SELOR BANJIR 3 | KABUPATEN BULUNGAN | KALIMANTAN UTARA

CATATAN Selasa 10 Februari 2015

Syukur alhamdulillah, sekitar pukul 15.11 Wita, saya bisa bernafas lega, tiba di Pelabuhan VIP Tanjung Selor setelah hampir delapan jam mengarungi Sungai Kayan, pulang pergi meninjau lokasi bencana banjir di Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan. 

Waktu kesana, saya ikut rombongan muspida pemerintah Kabupaten Bulungan memakai perahu speedboat milik pemda yang panjangnya 12 meter, dan mampu melaju di air sungai yang berarus deras.  

Ketika tiba di Tanjung Selor, Saya menduga banjir sudah surut, tetapi kenyataannya tidak. Banjir malah semakin tinggi, lebih parah dari situasi di Selasa pagi yang hanya menggenangi beberapa jalan saja. 

Untuk menuju rumah kosan, saya, Ismail (Radar Tarakan), Didi (TvOne) dan Viktor (Koran Kaltara) menumpang mobil offroad milik Satpol PP. Sebab dengan memakai mobil ini, mampu menembus genangan banjir di Tanjung Selor.

Berada di bak terbuka mobil offroad saya melihat pemandangan banjir Tanjung Selor yang terbesar. Tidak disangka, Jalan Sudirman, Jalan Katamso, dan jalan-jalan raya lainnya sudah terselimuti air banjir.

Tanjung Selor sudah tak serupa lagi daratan, sudah berganti seperti kota air. Perahu ketinting bisa bebas berlalu-lalang di jalanan yang biasa digunakan kendaraan angkutan darat.

Selama perjalanan menuju kosan, saya melihat anak-anak yang merasa begitu senang, berenang menikmati genangan air banjir. Gembiranya serasa berada di wahana permainan water boom.

Karena banjir, maka waktu tempuh perjalanan dari Pelabuhan VIP Tanjung Selor ke kosan saya di Rambai Padi, harus memakan waktu sekitar 30 menit lebih. Saya dan Didi (TvOne) hanya meminta diturunkan di depan Jalan Rambai Padi. Selebihnya, untuk ke sampai di depan pintu kosan, kami lebih memilih jalan kaki saja.


Naik perahu ketinting yang melintasi jalanan pusat kota Tanjung Selor saat banjir besar pada Selasa 10 Februari 2015. Banjir ini merupakan yang terbesar yang menimpa Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara. (photo by didi tahir) 

Dan ternyata, Jalan Rambai Padi pun tergenang juga. Padahal, kalau memang ada banjir, jalanan Rambai Padi bersih dari genanangan. Tapi kali ini tidak, menandakan inilah banjir terbesar. 

Banjir di kosan hanya sebatas di jalanan saja, sebab kosan saya dan Didi ada di lantai dua, bersih dari sentuhan air banjir. Saya ke komar kosan hanya mengecek situasi dan mengambil barang-barang keperluan pokok.

Tak berselang lama, saya dan Didi kembali memilih keluar kosan, untuk mencari aliran listrik dan jaringan internet. Kami menduga, Hotel Crown menyediakannya, makanya, perjalanan kami ditujukan ke tempat ini.

Kami terobos Jalan Salak ternyata lebih dalam. Airnya mencapai setinggi pinggang orang dewasa. Berjalan kaki menerobos banjir sangat menguras energi, lalu Didi mengambil usul mencari alat transportasi perahu ketinting.

Akhirnya, ada perahu ketinting yang lewat berpenumpang satu orang. Kami berdua mencegatnya untuk disewa. Pemilik perahu pun membolehkan kami naik, tetapi dia ingin mengantarkan seorang ibu terlebih dahulu di daerah Jalan Semangka, baru kemudian perahu mengarah ke Jalan Kolonel Seotadji, lokasinya Hotel Crown.

Berkeliling naik perahu ketinting di pusat kota Tanjung Selor merupakan pengalaman pertama kali. Sungguh asik karena ini pengalaman yang unik dan baru. Saat itu, saya melihat para warga keluar rumah untuk melakukan hal yang sama, yaitu jalan-jalan menjelajah banjir.

Setiba di Hotel Crown, ternyata tidak temukan jalan keluar. Pihak hotel pun juga sedang sulit mendapatkan aliran listrik. Genset sedang dalam perbaikan, tidak dapat difungsikan. Tamatlah kami, tak bisa mengirim hasil liputan.

Terpaksa, sambil beristirahat sejenak di depan hotel, untuk sementara waktu saya mengirim data primer hasil liputan di Peso melalui SMS, mengirimnya ke kantor Balikpapan. 

Didi ditelpon rekannya di TvOne. Dia diberi anjuran untuk pergi ke kantor telkom. Karena biasanya, walau listrik padam, kantor telkom menyediakan genset listrik dan jaringan internet yang bisa dibilang cepat. Ide tersebut saya terima. Kami berdua selanjutnya mencari kantor telkom.  

Untuk menuju ke kantor telkom kami berdua berjalan kaki menembus genangan banjir. Melewati Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tanjung Selor yang terendam, sama halnya juga terjadi di markas Korem Tanjung Selor dan kantor Gubernur atau Pemerintahan Provinsi Kalimantan Utara mengalami banjir.

Setelah melewati kantor Gubernur, kami akan melewati markas Polres Tanjung Selor. Kami berharap juga, kalau di Polres ada aliran listrik, tetapi ternyata bernasib sama dengan yang ada di Hotel Crown.

Sesuai tekad awal, kami berdua akhirnya menjatuhkan ke kantor telkom, sebagai tempat perlabuhan raga dan kegiatan kirim-kirim laporan. Kantor telkom tidak jauh dari Polres, kira-kira hanya sepuluh langkah kaki saja.

Tak berselang lama, sekitar jam enam sore kami temukan kantor telkom. Dan ternyata benar, di tempat ini masih normal, tersedia aliran listrik dan jaringan internet yang prima, meski pun harus mengeluarkan kocek sebesar Rp 5 ribu untuk per harinya.

Setiba di telkom Tanjung Selor, saya mulai sibuk, mengolah kata-kata, dan mempersiapkan hasil jepretan lokasi banjir Peso untuk dikirimkan ke kantor Tribunkaltim yang ada di Kota Balikpapan.

Mulai pukul 20.00 Wita, saya agak sedikit lelah dan lapar, Didi pun mengalami hal sama, Saya pun mencari panganan dan Didi yang mengeluarkan koceknya. Saya bagian belanjanya. Saya pun yang tidak memiliki motor, akhirnya cari orang yang mau dijadikan ojeg untuk mengantarkan mencari warung makan.

Saya pun pergi menari jajanan di daerah Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Selor. Membeli nasi goreng di warung makan ternyata harus antri. Akibat banjir, pedagang ini seolah mendapat berkah. Banyak warga yang keluar mencari makanan di warung-warung, akibatnya pesanan kami bisa dinikmati sejam kemudian.   

Usai membuat laporan dan santap malam di wifi.id corner telkom, saya dan Didi sekitar jam 23.00 Wita memiliki rencana pergi pulang ke kosan yang ada di Jalan Rambai Padi. Kami berdua akan menembus genangan banjir di gelapnya malam.

Saat jam 23.30 Wita, kami berdua dari kantor telkom Tanjung Selor. Saat di tengah jalan menuju kosan, persisnya di depan kantor Polresta Tanjung Selor dari arah belakang kami disapa oleh dua rekan jurnalis yakni Arfan dan Edi. 

Kedua rekan ini menggunakan sepeda motor matik miliki Edi. Teman kami ini datang dari arah Gedung Wanita, yang kebetulan lagi berkeliling-keliling, sedang bingung mencari jajanan makan malam. 

Kemudian kami dianjurkan oleh mereka agar saya dan Didi lebih memilih tidur semalaman di Gedung Wanita saja, ketimbang harus pulang ke kosan. Sebab genangan air banjir sudah semakin tinggi, sangat tidak nyaman untuk ditembus lewat cara berjalan kaki. 

Melihat gambaran itu, saya dan Didi menyetujui usulan bermalam di Gedung Wanita bersama para pengungsi banjir Tanjung Selor. Kebetulan saja, ada sebuah mobil off road milik Polres Tanjung Selor yang ingin mengarah ke Gedung Wanita. 

Kami berdua menumpang di bak belakang mobil, sedangkan teman kami yang bersepeda motor pun sama, balik arah kembali ke Gedung Wanita dengan perut lapar.

Setiba di lokasi Gedung Wanita, banyak para pengungsi tidur melantai di dalam ruangan Gedung Wanita. Beragam orang, ada orang tua, remaja, sampai yang balita pun ada. Mereka semua, adalah pengungsi korban banjir. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN