MAHASISWA AL AHGAFF YAMAN ASAL BULUNGAN KALIMANTAN UTARA

Tak Pernah Tinggalkan Kota Tarim

Pagi menjelang siang, Senin 27 April 2015, Faturrahman yang mengenakan kemeja lengan panjang putih, berkain sarung dan berkopiah putih keluar dari ruang kamarnya.

Dia berjalan sendiri menuju ke ruang kegiatan belajar-mengajar Pesantren Al Khairat Tanjung Selor, yang tidak jauh lokasinya, hanya berjarak sekitar sepuluh langkah. “Saya mau ke ruang kelas. Mau melihat anak murid dulu,” ungkapnya kepada Tribunkaltim.co

Kemudian, tidak sampai tiga menit, Faturrahman keluar kelas dan menyempatkan waktu untuk berincang-bincang di ruang guru. Pria yang masih berumur 21 tahun ini sedang berada di Pesantren Al Khairat Tanjung Selor, Jalan Jelarai Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. “Lagi cuti kuliah. Bantu-bantu disini dulu. Bantu mengajar,” ujarnya.

Fatur yang merupakan alumni aliyah Al Khairat Tanjung Selor sekarang masih melanjutkan kuliah di Universitas Al Ahgaff, Kota Tarim, Yaman atas bantuan beasiswa dari Pemerintah Kabupaten Bulungan.

Kegiatan di pondok Pesantren Al Khairat Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara pada Senin 27 April 2015 pagi. Mahasiswa perguruan tinggi di Yaman asal Bulungan pulang kampung menghindari konflik di Yaman. Selama di Bulungan sebagian mahasiswanya mengabdi di pesantren ini. (photo budi susilo)

Berhubung negeri Hadramaut ini sedang ada konflik, dirinya bersama sebelas teman lainnya dari Kabupaten Bulungan dianjurkan untuk pulang ke tanah air, Republik Indonesia. 

“Di kota tempat kami tinggal (Kota Tarim) sangat aman dari konflik. Selama di Tarim saya tidak pernah mendengar ada suara tembakan atau ledakan dari kegiatan perang,” tutur Fatur yang kelahiran Selimau, 23 Maret 1994 ini. 

Sepengetahuan dia, di dalam negeri Yaman sedang ramai konflik aliran politik. Perang yang terjadi merupakan peristiwa pertikaian warga senegara Yaman, atau semacam perang saudara. 

“Pemerintahannya sedang bergejolak. Perangnya antara penguasa dengan pihak oposisi. Tempat yang paling sering bergejolak ada di pusat ibukota di daerah Sana’a,” ungkapnya.

Selama ini, dia bersama teman-temannya yang berasal dari Indonesia tidak pernah keluar dari Kota Tarim. Sebab bila ingin keluar kota maka harus ada sepengetahuan dari pihak kampus, serta harus melewati prosedur perizinan di perbatasan kota. Peraturannya ketat, tidak bebas berlalu-lalang melintasi antar kota. 

“Saya tinggal di asrama di dalam lingkungan kampus. Kalau saya mau keluar kampus paling hanya disekelilingnya saja. Tidak sampai jauh sampai ke luar Kota Tarim,” ujar Fatur.

Akibat perang itu, dia yang tinggal di Kota Tarim mendapat dampak negatifnya, yakni susah mencari barang-barang belanjaan pangan dan bensin. Sekali pun tersedia, pasti harga barangnya sudah naik tinggi.  “Waktu itu saya mau beli susu di warung. Biasanya harga susu 200 real, naik jadi 210 real,” ungkap Fatur.

Namun, selama di negara Yaman dia merasa senang. Dirinya sudah mampu beradaptasi dengan warga di Kota Tarim, Yaman. Orang setempat senang dengan orang dari Indonesia. Sifat orang Yaman sangat terbuka, mau menerima hubungan dengan orang-orang dari Indonesia.  

“Saya sudah tiga tahun tinggal di Tarim. Tempatnya mirip seperti di Bulungan. Suasanannya damai, tidak ada perang, daerah aman dari konflik,” katanya.[1]

Ditempat yang sama, ada juga pria yang mengalami pengalaman serupa. Namanya Sudirman Bin Alimuddin (20). Pria kelahiran Tanjung Selor ini terpaksa pulang ke Indonesia karena imbauan dari orang tuanya. 

“Gara-gara ada berita Yaman di televisi yang mengabarkan lagi situasi panas, orang tua saya menelpon terus. Saya disuruh pulang. Padahal ditempat kota saya tinggal kondisinya masih normal-normal saja,” ujarnya, yang lahir pada 2 Feburari 1995 ini.  

Faturrahman berkemeja putih dan Sudirman yang mengenakan kostum biru telur bebek. Kedua ini adalah almuni Pesantren Al Khairat Tanjung Selor yang masih menempuh studi di negara Yaman. (photo by budi susilo)

Kebetulan pihak dari Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia memberikan fasilitas warga negara Indonesia di Yaman, untuk pulang ke Indonesia sementara. Akhirnya, dia bersama teman-temannya memutuskan ikut pulang. Padahal, kegiatan perkuliahan kampus masih berjalan. 

“Mau ada ujian setengah semester, saya mengambil cuti dulu. Tidak masuk kuliah, pulang dulu ke Indonesia. Soalnya kami diimbau pemerintah Indonesia untuk pulang dulu ke Indonesia,” kata Sudi, panggilan akrab Sudirman.

Saat mereka pulang, pemerintah Indonesia di Yaman menyediakan bus, sebagai sarana transportasi menuju ke Oman. Mereka pergi dari Yaman menuju Oman pada Sabtu 11 April 2015. 

“Waktu mau tiba di dekat perbatasan Oman, bus kami mogok. Kehabisan bensin. Terpaksa kami harus berjam-jam menunggu kiriman bensin dari bus milik Kementrian Luar Negeri Indonesia,” ungkap Sudi. 

Cerita serupa, Ahmad Yani (22), yang merupakan satu di antara mahasiswa Yaman asal Bulungan ini, mengungkapkan, kala di negara Yaman sedang berkecampuk, dirinya sengaja menghindari konflik tersebut dengan kabur menuju negara Oman untuk mencari perlindungan. “Saya langsung pergi lewat jalur darat,” tutur Ahmad, di rumah dinas Bupati Bulungan.

Kala itu, dirinya pergi memakai kendaraan bus menuju ke negara Oman. Sebelum naik bus, dirinya sudah menahan rasa sabar yang besar, sebab bus yang dinantinya tidak kunjung datang, sangat susah juga kalau mau mencari kendaraan umum. 

“Saya sudah menunggu lama sekali. Saya baru dapat bus sekitar 30 jam kemudian. Maklum konflik di ibukota Yaman memang membuat keadaan jadi tidak menentu,” ujarnya.  

 Dia ingat betul, perjalanan dari Yaman ke Oman memakan waktu hingga 16 jam. “Saat tiba di Oman, saya langsung naik pesawat, pulang ke Indonesia, menuju Kota Jakarta,” ungkapnya. 

Mereka dari Oman ke Jakarta berangkatnya pada 13 April 2015 pada pukul 22.45 waktu Oman. Sejarah berkata, perjalanan mereka dari Oman ke Jakarta terbilang aman. Mereka selamat sampai tujuan di Jakarta pada 14 April 2015 pada pukul 12.00 Wib.

Lalu pada Sabtunya, 25 April 2015 siang, mereka mengunjungi rumah dinas Bupati Bulungan di Jalan Jelarai, Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. 

Kedatangan mereka semua ke rumah dinas Bupati dalam rangka silaturahmi sambil menunggu situasi dan kondisi di Yaman kembali pulih dari kekacauan dalam negerinya. Dan mereka semua itu adalah penerima beasiswa studi ke Yaman dari Pemerintah Kabupaten Bulungan.  

Saat ditemui di Pesantren Al Khairat Tanjung Selor, Kepala Pesantren ini, Muthahar Al Juffrie menjelaskan, selama berada di Kabupaten Bulungan mereka untuk sementara menjadi tenaga-tenaga pengajar di pesantren Al Khairat. “Sebagian besar mereka lulusan pesantren disini,” ungkapnya.[2]
 
Pemkab Sediakan Beasiswa
Selama ini, Pemerintah Kabupaten Bulungan setiap tahunnya, rata-rata memberikan program beasiswa bagi 10 orang asal Bulungan untuk kuliah ke perguruan tinggi yang ada di negeri Timur Tengah.

Bupati Bulungan Budiman Arifin mengungkapkan, sejak tahun 2006 pemerintah Kabupaten Bulungan telah memberikan program beasiswa bagi 44 mahasiswa yang studi di Yaman dan dua orang mahasiswa yang menempuh kuliah di negara Mesir. 

“Sekarang sudah ada 30 orang yang lulus dan telah kembali mengabdi sebagai guru di Kabupaten Bulungan,” tuturnya pada Sabtu 26 April 2015 siang. 

Dia menambahkan, tujuan dari pemberian beasiswa tersebut untuk mengisi sumber daya manusia di Kabupaten Bulungan. Mereka yang sudah menyelesaikan studi di negara-negara Timur Tengah, dianjurkan menjadi tenaga-tenaga pengajar yang handal dalam keagamaan Islam. 

“Selama ini kita masih kekurangan tenaga pengajar. Beberapa waktu lalu saja ada sebuah pesantren disini (Bulungan) yang harus tutup karena tidak ada tenaga pengajarnya,” ungkap Budiman. 

Belajar dari fenomena itulah, kemudian Pemkab Bulungan bersama Yayasan Al Khairat mencari bibit-bibit muda untuk dijadikan tenaga pengajar yang profesional di bidangnya.  

“Kita memberangkatkan anak-anak dari Bulungan untuk disekolahkan di Yaman dan Mesir,” ujarnya, pria politisi Demokrat ini. 

Apalagi tambahnya, program beasiswa itu juga diperuntukkan bagi kalangan menengah kebawah, yang secara ekonomi kurang mampu dan syarat mereka juga harus memiliki semangat juang yang tinggi untuk mencari llmu pengetahuan agama Islam.  

“Semoga saja mereka yang lulus nanti juga bisa menjadi tokoh panutan disini (Bulungan). Berperan untuk membentuk anak didik generasi muda yang bermoral,” kata Budiman.[3]

SUMBER: Terbit di halaman depan koran harian Tribunkaltim. Tayang tiga hari berturut-turut sejak dari hari Selasa 28 April 2015 hingga Kamis 20 April 2015.


[1] Tribunkaltim.co http://kaltim.tribunnews.com/2015/04/29/warga-bulungan-yang-kuliah-di-yaman-ini-tak-pernah-tinggalkan-kota-tarim
[2] Tribunkaltim.co http://kaltim.tribunnews.com/2015/04/30/hindari-konflik-di-yaman-mahasiswa-ini-pulang-lewat-oman
[3] Tribunkaltim.co http://kaltim.tribunnews.com/2015/04/26/setahun-pemkab-beri-beasiswa-10-orang-ke-yaman-dan-mesir

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN