KRI AJAK 653 DI TARAKAN KALIMANTAN UTARA (2)

Berantas Pembajakan Kapal 
Tangkal Serangan Rudal


Bangsa Indonesia bisa berbangga, pada tahun belakangan ini kekuatan militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) dianggap juara di kawasan Asia Tenggara. Ini tidak terlepas dari sumber daya manusia dan armada militernya. Satu di antaranya Kapal KRI Ajak, alat perang canggih di laut yang super cepat.

Waktu itu, Minggu 3 April 2016, Tribun ikut berlayar menggunakan KRI Ajak ke perairan laut Mamburungan Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara. Jarang orang sipil, di luar orang militer Angkatan Laut bisa masuk bebas ke area KRI Ajak yang bernomor lambung 653.

Punya cerita, Kapal KRI Ajak ini dahulunya pernah torehkan prestasi, tercatat di November tahun 2015 berhasil menangkap dua kapal ikan berbendera Filipina yang diduga mencuri ikan di Laut Sulawesi.

Sekarang ada 10 warga negara Indonesia (WNI) sedang disekap kelompok separatis Abu Sayyaf Filipina. Bisakah Kapal KRI Ajak ini terlibat dalam penumpasan gerombolan perompak ini ?

Pagi yang sedang cerah, Tribun berkesempatan masuk ke KRI Ajak, melihat berbagai perlengkapan senjata yang menempel di tubuh kapal, dan naik lantai atas kapal, melihat meriam besar dan panjang, berukurang 57 milimeter. Tak hanya ini, KRI ini juga ada senjata lain yang lebih imut, meriam berukuran 40 milimeter dan 20 milimeter.


Ketika ditemui, di ruang kemudi KRI, Letnan Kolonel Sumardji Bimoaji, Komandan KRI Ajak 653, menjelaskan, KRI Ajak ini diberi nama Ajak karena terinspirasi dari anjing hutan khas Indonesia yang gesit, cepat menaklukkan mangsanya. “KRI Ajak punya kecepatan yang memang bisa ke sasaran, bekerja dengan efektif,” ujarnya.

Kelebihan KRI Ajak, katanya, mampu bergerak lincah meski bobot tubuhnya mencapai sekitar 400 ton lebih. Kapal ini bisa melakukan manuver secara cepat ke segala arah agar tidak kalah cepat dengan musuh. “Kapal ini waktu itu (Tahun 1989) bernilai Rp 80 miliar,” ujarnya.

Oleh TNI Angkatan Laut, kapal ini adalah keluarga Satuan Kapal Cepat Armada Timur, segolongan dengan KRI Singa 651. Tidak heran sebagai daya dukung kecepatan larinya, kapal ini juga ditambah dengan senjata sakti terpedo Surface and Underwater Target yang memiliki kehebatan menghantam target sejauh 28 kilometer. “Kecepatan mencapai 23 knot,” tutur Bimo.

Selain itu, Kapal KRI Ajak ini juga disempurnakan dengan penangkis serangan udara yang memiliki kecepatan maksimal 27 knot berdaya jelajah 2.200 mil atau 6 ribu mil di kecepatan 15 knot.

Kegunaan KRI Ajak ini sebagai pemukul musuh di permukaan dan di bawah permukaan (Anti Submarine Warfare), mengingat kapal ini dilengkapi teknologi pendeteksi anti kapal selam. “Kami bisa mendeteksi di permukaan dan kontak di udara,” ungkapnya.

Karena kelebihan itu, tahun ini KRI Ajak diajak dalam kegiatan latihan militer Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) di perairan laut Kota Tarakan dan operasi Bentang Ambalat tahun 2016, dengan tujuan mengamankan wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia.

“Jangkauan kami sampai batas negara tetangga. Kami sampai di Karang Unarang. Kami meyakinkan kepada warga yang beraktivitas di perairan Ambalat akan aman dari perompak. Tidak perlu khawatir lagi,” ujar Bimo, yang saat itu mengenakan topi abu-abu.
  
Terkait upaya pembebasan WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf Filipina, Bimo menegaskan, pasukan yang tergabung dalam armada KRI Ajak sangat siap bila ditugaskan ke Filipina, turut serta dalam membebaskan para sandera.

“Kami memang dihadirkan untuk menangani kasus di laut, spesialiasi tangani pembajakan kapal. Prajurit kami bersedia. Kami siap segera selamatkan sandera. Kami lagi menunggu perintah panglima TNI,” kata pria yang pernah menerima Adi Makayasa Akademi Angkatan Laut tahun 1998 ini.[1] ( )



[1] Koran Tribunkaltim, “Cerita dari KRI Ajak 653 di Tarakan: Berantas Pembajakan Kapal, Tangkal Serangan Rudal,” terbit pada Minggu 10 April 2016 di halaman 2 pada rubrik Tribunkaltara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN